Legenda Ringin Sirah
(Ringin=Pohon Beringi; Sirah=Kepala)
Ringin Sirah
Bila
kamu pernah mengunjungi Kota Kediri, pasti pernah melintasi kawasan Ringin
Sirah. Kawasan ini terletak di pusat kota ,
persis di perempatan Jl. Hayam Wuruk - Jl. Joyoboyo. Tepatnya di sebelah
selatan Kediri Mall/Sri Ratu. Di lokasi ini, terdapat sebuah lapangan yang
cukup luas (kini, lapangan tersebut oleh warga Kota Kediri sering disebut
Lapangan Joyoboyo), dan di lapangan itu terdapat pohon beringin dengan
ukuran cukup besar (sampai sekarang ini pohon beringinnya masih ada dan bisa
dilihat). Meski berada dipusat keramaian, persis di depan Joyoboyo Trade
Centre, namun lapangan ini menyimpan sebuah misteri ,terkait legenda Ringin
Sirah.
Bukan
tanpa sebab kawasan itu bernama Ringin Sirah, karena menurut keyakinan
turun-temurun warga kota maupun warga kabupaten Kediri, lapangan itu memang
terkait erat dengan sebuah kisah tentang "sirah" atau kepala.
Menurut
cerita "wong tuwo-tuwo mbiyen" (orang tua-tua dahulu), di lapangan
itulah makam seorang tokoh legendaris Kediri
berjuluk "Maling Gentiri". Maling Gentiri memang sosok maling
budiman di zaman Kediri
kuno. Maling Gentiri merupakan tokoh pencuri yang memiliki kesaktian
"sundul langit" alias sakti mandraguna. Tapi karir Maling Gentiri
dibidang mencuri, bukan semata-mata demi kepentingannya sendiri, melainkan
hasilnya dibagikan pada warga miskin. Ia merampok harta orang kaya, lalu
diberikan pada orang "kere" (miskin).
Tentunya
kiprah Maling Gentiri ini disukai oleh orang miskin dan dibenci orang kaya
(konglomerat) waktu itu. Para konglomerat
berupaya sekuat tenaga menangkap hidup-hidup atau mati Maling Gentiri.
Merekapun menjadikan Maling Gentiri sebagai buronan yang paling dicari. Akan
tetapi kesaktian Maling Gentiri membuat para konglomerat itu "keder"
(takut). Karena meskipun Maling Gentiri berkali-kali tertangkap, tidak pernah
bisa dibunuh/mati. Maklumlah saja, Maling Gentiri memiliki aji pancasona,
sebuah ilmu kadigdayan yang memungkinkan pemiliknya hidup kembali meski
berkali-kali dibunuh, dengan syarat raganya tetap menyatu dan darahnya tidak
menyentuh tanah.
Singkat
cerita, para konglomerat yang ingin menamatkan riwayat Maling Gentiri, akhirnya
menemukan titik kelemahan sang pendekar. Ketika Maling Gentiri tertangkap untuk
kesekian kalinya, tubuh pencuri budiman itu lalu dipotong-potong dan dikubur
terpisah di beberapa tempat untuk menghindari dia hidup kembali. Dan
bagian kepalanya itulah, yang diyakini warga Kediri dikubur di kawasan Lapangan
Joyoboyo dibawah pohon beringin. Sehingga kawasan ini disebut Ringinsirah.
Ringin berarti Pohon Beringin, sedangkan Sirah adalah kepala manusia.
Sampai
sekarang ini pun, kawasan itu masih dipercaya sebagai kawasan yang
"wingit" (angker). Sehingga meski telah bersentuhan dengan suasana
modern lingkungan sekitarnya, tetapi kawasan itu tetap dikeramatkan oleh sebagian
warga Kediri
dan menjadi daya tarik tersendiri bagi mereka.
Iulah
sedikit cerita Kediri kuno mengenai Ringin Sirah
yang mulai asing bagi kita sebagai warga Kediri .
Ki Boncolono (maling genthiri)
Dahulu kala, d ijaman
penjajahan Belanda. Masyarakat Kediri hidup dalam kemiskinan dan ketertindasan.
Perkonomian dikuasai oleh Belanda dan diperlakukan pajak yang tidak masuk akal.
Hasil buminya selalu dirampas jika tidak mau bayar pajak . Untuk makan saja
mereka harus membeli kepada Belanda. Padahal itu hasil jerih payah mereka
sendiri. Hal ini menggugah hati Ki
Boncolono. Dia marah melihat kelakuan para meneer, ketidak adilan telah
mengusik hati Ki Boncolono. Dengan kesaktiannya dibantu oleh Tumenggung Mojoroto dan Tumenggung
Poncolono beserta
murid-muridnya yang tentu saja sakti-sakti, dia merampok harta para pejabat
Belanda. Hasilnya dia bagikan kepada rakyat jelata, Sungguh mulia...... Kontan
namanya menjadi harum di kalangan masyarakat....dia ditakuti tapi juga dikagumi
dan senantiasa ditunggu tunggu kedatangannya.
Belanda merasa geram dan
marah. Segala upaya mereka kerahkan untuk meringkus Boncolono. Tetapi usahanya
selalu gagal. Setiap terkepung, Boncolono hanya merapatkan diri pada salah satu
tiang atau tembok atau pohon dan hilanglah dia. Biarpun ditembak dibunuh
diapain juga Ki Boncolono tidak bisa mati, dia bisa hidup lagi ketika tubuhnya
menyentuh tanah. Belanda Jengkel dan menggunakan kekuatan "uangnya"
untuk meringkus Boncolono. Belanda mengadakan sayembara dengan hadiah yang
sangat besar untuk menangkap atau membunuh Ki Boncolono.Beberapa orang yang
tahu kelemahan ilmu Boncolono mendatangai Belanda. Mereka memberi tahu pada
para meneer itu kalau Boncolono harus dipenggal, kepala dan tubuhnya harus
terpisah dan dikuburkan pada tempat yang terpisahkan oleh sungai.
Akhirnya setelah membuat rencana dengan bantuan pendekar pribumi, Belanda melaksanakannya dengan cermat. Dan seperti kisah heroik lainnya, Boncolono tertangkap. dengan bantuan, pendekar Pribumi..... dan....Boncolono tewas.
Akhirnya setelah membuat rencana dengan bantuan pendekar pribumi, Belanda melaksanakannya dengan cermat. Dan seperti kisah heroik lainnya, Boncolono tertangkap. dengan bantuan, pendekar Pribumi..... dan....Boncolono tewas.
Sebelum dia hidup lagi,
tubuhnya dipotong jadi dua. Bagian bawahnya di kubur di bukit Maskumambang.
Sedangkan bagian atasnya (kepalanya) di kubur di "Ringin Sirah", desa
Banjaran. Kalau bukit Maskumambang terletak di barat sungai Brantas, maka Ringin
Sirah terletak di timur sungai Brantas. Di puncak bukit Maskumambang selain
makamnya Ki Boncolono terdapat juga dua buah makam lagi yaitu makamnya Tumenggung Mojoroto dan makamnya Tumenggung Poncolono, tetapi
anehnya ketiga makam tersebut ukurannya sangat panjang mungkin lebih dari dua
meter
Diambil dari
beberapa sumber